Makna Priyayi di Indonesia Dalam Novel Para Priyayi Karya Umar Kayam (The Meaning of Priyayi in Indonesia as contained in Umar Kayam’s Novel Para Priyayi)
Abstract
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna konsep priyayi dalam novel Para Priyayi karya Umar Kayam. Pada masa kolonial hingga awal pascakolonial, di Indonesia, Jawa khususnya, priyayi adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai status sosial tinggi atau di atas masyarakat kebanyakan. Kelompok priyayi selalu memperhatikan prinsip gaya hidup seperti kehalusan, kesopanan, elegan, serta memiliki tradisi dan simbol-simbol kepriyayian. Bentuk rumah, tata ruang, cara berpakaian, dan cara berbicara adalah bentuk fisik gaya hidup priyayi. Namun, dalam novel Para Priyayi gaya hidup seperti tersebut di atas bukan menjadi tujuan utama. Tujuan utama kehidupan priyayi adalah pengabdian kepada keluarga besar dan kepada masyarakat dengan cara mikul nduwur mendhem jero, artinya menjaga nama baik keluarga dan masyarakat. Teori yang digunakan adalah teori semiotik yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure. Ada empat unsur pokok yang menjadi prinsip utama teori semiotik Saussure, yaitu penanda atau bentuk (signifier) petanda atau konsep (signified), hubungan keduanya membentuk makna (significance), dan bertujuan untuk menyampaikan maksud (reference). Hasil penelitian, makna priyayi dalam novel Para Priyayi adalah seseorang yang mempunyai jiwa pengabdian, keikhlasan, bekerja keras, dan dapat berbuat mikul nduwur mendhem jero, menjaga nama baik terhadap siapa saja. Priyayi tidak harus berasal dari kalangan bangsawan, tetapi juga berasal dari wong cilik, misalnya kaum petani yang berhasil mencapai derjat intelektual sebagai pegawai negeri, guru, dan dosen yang mengajar di perguruan tinggi.
Kata kunci: Priyayi; petani; pegawai pemerintah; guru; dosen
ABSTRACT: This research is aimed at describing the concept of priyayi in Umar Kayam’s novel entitled Para Priyayi. From the colonial to the postcolonial era in Indonesia, more specifically in Java, priyayi is the highest social status. The priyayi has a strong concern of their exclusive lifestyle which includes gentleness, politeness, elegance, honour, and protector of priyayi tradition and symbols. The shape of their houses, the organisation of space, modes of clothing, the way they converse with the others are part of the physical life of the priyayi. However, in the novel Para Priyayi those aspects of lifestyle is not the main aim. The main aim of life for the priyayi in Kayam’s novel is to serve the bigger family and clan as well the society via the method of “mikul nduwur mendhem jero” which means to maintain the good name of the family and the society. This research utilises Ferdinan de Saussure’s semiotic theory. There are four principles which are the four main principles os Saussurean semiatics. They are the signifier, signified, significance, and reference. Result of research into the novel Para Priyayi finds that they inculcate within them the spirit of devotion, sincerity, hardwork and the ability to mikul nduwur mendhem jero; maintain the good name of any member of society. Priyayi does not have to come from the nobility class, but may also come from amongst the common people (wong cilik) e.g. the farmer who is able to achieve a high intellectual as a government employee, teacher, and even a lecturer at the university.
Keywords: Priyayi; peasant; state employee; teacher; lecturer
Full Text:
PDFReferences
Culler, Jonathan. 1977. Structuralist Poetics Structuralism, Linguistics and the Study of Literature. London: Routledge & Kegan Paul.
Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hall, Stuart. 2003. Representation: Cultural Representation and Signifying Practices. 6 Bonhill Street London: Sage Publications LTD.
Hawkes, Terence. 1977. Structuralism and Semiotics. London: Metuen & Co. LTD.
Kartodirdjo, Sartono, dkk. 1987. Perkembangan Peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kayam, Umar, 1993. Para Priyayi. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
Mulder, Neils. 1985. Pribadi dan Masyarakat di Jawa. Jakarta: Sinar Harapan.
Nawawi, Hadawi. 2012. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres.
Pradopo, Rachmat, Djoko. 1993. Penelitian Sastra dengan Pendekatan Semiotik dalam Teori Penelitian sastra. Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia.
Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington and London: Indiana University Press.
Stanton, Robert. 1965. An Introduction to Fiction. Holt Rinehart and Winston INC. New York Chicago San Francisco Toronto London.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Zoest, Van, Aart. 1993. Semiotika (terjemahan Ani Soekowati). Jakarta: Yayasan Sumber Agung.
Refbacks
- There are currently no refbacks.
ISSN 2289-1706 | e-ISSN : 2289-4268
Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA)
Universiti Kebangsaan Malaysia
43600 UKM Bangi, Selangor Darul Ehsan
MALAYSIA
© Copyright UKM Press, Universiti Kebangsaan Malaysia