Tueng Bila as a Characteristic and Identity of Acehnese Culture

Agus Budi Wibowo

Abstract


(Tueng Bila as a Characteristic and Identity of Acehnese Culture)

Tueng Bila is one of the characteristics and identities of Acehnese cultural values, usually expressed as a form of violence against another person, either individually or in a group. This research was conducted to understand the meaning and motives behind such actions, as a way of proposing a solution for ending violence undertaken in this way. This research explores the importance of Tueng Bila as an integral part of Acehnese culture, using data obtained through oral interviews with informants in addition to a literature review. Based on the results of this research, Tueng Bila can be interpreted as targeted action, often taking the form of a revenge attack against a family or individual that occasionally results in death. Tueng Bila is culturally justified, but it is often performed without arbitrary reason, and it is strongly associated with the self-esteem of a person, family or kawom; in Acehnese, human. However, in Acehnese culture, there is also a mechanism for conflict resolution that involves enacting local policy. By this method, local policy mechanisms extract a guilty plea and payment of compensation as a way to eliminate ongoing hostility between the warring parties. It can be seen then, that on the one hand there is a culture of violence in Acehnese society, but on the other hand there are indigenous mechanisms available to mediate disputes that have traditionally been practiced by the community.

Keywords: Tueng Bila; revenge; character; identity; Acehnese

Abstrak

Tueng Bila merupakan salah satu karakter dan identiti yang menjadi nilai budaya orang Aceh. Tindakan Tueng Bila biasanya berupa kekerasan terhadap orang lain, baik secara individu mahupun kelompok. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk memahami erti dan motif tindakan, serta cara menghentikan perilaku Tueng Bila. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat keadaan dan gejala-gejala tertentu dalam suatu masyarakat. Data diperoleh melalui cara wawancara dengan informan dan studi pustaka. Data yang diperoleh dari para informan tersebut kemudian disemak dan diperiksa secara berulang lalu disilang-semak dengan informasi lainnya sehingga diperoleh data yang sah dan boleh dipercayai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tueng Bila dapat diertikan sebagai menjemput atau menuntut balas/ajal terhadap lawan atau keluarganya. Tueng Bila merupakan sebuah tindakan yang dibenarkan secara budaya, tetapi harus melalui motif-motif tertentu yang tidak sembarangan alasannya, yang sangat terkait dengan harga diri seseorang/keluarga/kawom sebagai manusia. Untuk itu, “ureueng Aceh” akan melakukan tindakan apa saja dalam rangka Tueng Bila, sekalipun harus mengorbankan nyawa sebagai taruhannya. Akan tetapi, dalam budaya Aceh, sebenarnya juga telah ada suatu mekanisme penyelesaian konflik dengan menggunakan kearifan masyarakat setempat sebagai jalan penyelesaiannya. Dengan kaedah ini, kebijakan lokal menggunakan mekanisme pengakuan bersalah dan pembayaran konpensasi sebagai jalan untuk meniadakan permusuhan yang berkelanjutan antara para pihak yang bertikai. Terlihat disini, bahwa di satu pihak terdapat budaya kekerasan dalam masyarakat, namun di pihak lain terdapat kearifan lokal yang cuba mengenengahkan pertikaian masyarakat yang secara tradisional telah diterima masyarakat zaman dulu sebagai suatu penyelesaian pertikaian.

Kata kunci: Tueng Bila; balas dendam; karakter; identiti; orang Aceh

 

DOI: http://dx.doi.org/10.17576/akad-2014-8401n2-01


Full Text:

PDF

References


Abidin Hasyim, T. A. Hasan Husin, Rusdi Sufi, Salmah Yusuf & Ridwan. 1997. Budaya Malu dalam Keluarga Masyarakat Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh.

Aboebakar, Budiman Sulaiman, M. Adnan Hanafiah, Zainal Abidin Ibrahim & H. Syarifah. 2001. Kamus Bahasa Aceh-Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

A. Latief Wiyata. 2002. Carok. Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura. Yogyakarta: LKIS.

Badruzzaman Ismail. 2006. Pengaruh Faktor Budaya Aceh dalam Menjaga Perdamaian dan Rekonstruksi. Paper presented in Seminar Faktor Budaya Aceh dalam Perdamaian dan Rekonstruksi, organised by Tunas Aceh Research Institute, 20 September 2006, Aceh.

________________. 2008. Sistem Adat Budaya Aceh. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Barth, F. 1998. Ethnic Groups and Boundaries: The Social Organization of Culture Difference. Long Grove Illinois: Waveland Press, Inc.

Bukhari Daud & Durie, M. 2002. Kamus Bahasa Aceh. Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh.

Douglas, J. & Waksler, F. C. 2002. Kekerasan. In Teori-Teori Kekerasan, edited by Thomas Santoso. Jakarta: Ghalia dengan Universitas Kristen Petra.

Fuad Mardhatillah UY Tiba. Karakteristik Kebudayaan Aceh dan Implikasinya terhadap Kedamaian Hidup Masyarakat. siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/.../Mardhatillah.doc. Retrieved on: 2 July 2013.

Giddens, A. (eds.) 2001. The Global Third Way Debate. Cambridge: Polity.

Hasanuddin Yusuf Adan. 2006. Politik dan Tamaddun Aceh. Banda Aceh: Adnin Foundation Aceh.

Hisyam M. Syafioeddin. 1982. Perdamian Adat dalam Masyarakat Aceh: Studi di Kabupaten Aceh Besar dan Pidie. Banda Aceh: PLPIIS.

Hurgronje, S. 1985. Aceh di mata Kolonilias Jilid I. Jakarta: YayasanSoko Guru.

Imran T. Abdullah. 1996. Alam Budaya Pantai Barat. In Piasan Raya Alam Budaya Pantai Barat, edited by Imran T. Abdullah. Meulaboh: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Barat.

Irfan Noor. 2013. Identitas Etnik dan Multikulturalisme. http://www.ppsantasari.ac.id/90305359280021/identitas_etnik_dn_multi kulturalisme.pdf.Retrieved on: 3 July 2013.

Irwan Abdullah. 2007. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jongejans, J. 1939. Land en Volk van Atjeh: Vroger en Nu. Baarn: Hollandia Drukkerij.

Kern, R.A. 1994. Hasil-hasil Penyelidikan Sebab- Musabab terjadinya Pembunuhan Aceh. Trans. Aboebakar. Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh.

Lavenda, R. H. & Schultz, E. A. 2011. Antropology What Does it mean to be Human? San Fransisco: Oxford University Press.

Mohamad Fauzi Sukimi. 2004. Carok sebagai elemen identiti manusia Madura. Akademika 65 (1): 91-110.

Mohd Harun. 2008. Prototipe Watak Orang Aceh. Jeumala No. 25/2008. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Mohd Rasyid. 2011. Kontribusi Pendidikan terhadap Bunuh Diri. Jurnal Penelitian Islam Empirik. July-December 2011. Kudus: Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Islam Negeri Kudus Jawa Tengah.

Muhammad Yunus, Koesnadi Hardjasoemantri & A. J. Suhardjo. 1995. Pengaruh tradisi dan nilai budaya “Siri”. Jurnal Berkala Penelitian Pascasarjana VIII (2): 23-33. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Muliadi Kurdi. 2005. Menelusuri Karakteristik Masyarakat Desa Pendekatan Sosiologi Budaya Dalam Masyarakat Aceh. Banda Aceh: Pena.

Muslim Zainuddin. 2007. Syariat Islam di Aceh dalam Dimensi Sosiologis. In Pergulatan Panjang Budaya Damai dalam Masyarakat Multikultural Kajian Edukasi, Syar’i, Historis, Filosofis, dan Media Masa. Banda Aceh: Yayasan Pena dan Ar- Raniry Press.

Pelras, C. 2006. Manusia Bugis. Jakarta: Nalar in collaboration with Forum Jakarta Paris.

Ramli A. Dally. 2006. Ungkapan Peribahasa Aceh dari Sabda Leluhur. Banda Aceh: Dinas Kebudayaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo. 2004. Jelajah Aceh Guide Book to Aceh. Banda Aceh: Dinas Pariwisata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Rusdi Sufi, Shabri Ali Aiman, Agus Budi Wibowo, Irini Dewi Wanti, Elly Widarni, Djuniat Seno, Irvan Setiawan & Sri Wahyuni. 1998. Keanekaragaman Suku dan Budaya di Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan NIlai Tradisional Banda Aceh.

Rusdi Sufi. 1997. Pembunuhan Khas Aceh dan Sebutan Aceh Pungo. Serambi Indonesia, 15 December.

__________. 2000. Sikap Pusat Bisa Lahirkan Aceh Pungo. Kontras No. 95 Year II, 25 July - 2 August 2000.

__________. 2002. Kata Sambutan Pembunuhan Khas Aceh dan Kelirunya Sebutan Aceh Pungo. In Aksi Poh Kaphe di Aceh, edited by Ridwan Azwad & Ramli A. Dally. Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh.

__________ 2003. Etnis Aceh. In Ragam Sejarah Aceh, edited by Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo. Banda Aceh: Badan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

__________ 2008. Menelusuri Tindak Cut Nyak Dhien Melawan Kolonial Belanda (sebagai Inspirasi bagi Perempuan di Era Pembangunan). Kertas kerja dibentangkan di Seminar dalam rangka Peringatan Ulangtahun Meninggalnya Cut Nyak Dhien; di Rumah Cut Nyah Dhien Lampisang, anjuran Badan Pemberdayaan Perempuan, 6 November, Banda Aceh.

Seherdi Win Konadi. 2008. Asal Linge Awal Serule. In Modus No. 17 TH. VI, Week II August 2008. Siegel, J. T. 2000. The Rope of G

T. Bachtiar Effendi Panglima Polem, 1977. Pengendalian Sosial di Aceh Besar. In Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, edited by Alfian. Jakarta: LP3ES.

Teuku Ibrahim Alfian. 1987. Perang di Jalan Allah. Perang Aceh 1873-1912. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Teuku Mohd. Djuned. 2000. Penyelesaian Sengketa Menurut Hukum Adat di Aceh. In Adat dan Budaya Aceh, edited by M. Hakim Nyakpha dan Rusdi Sufi. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh

Teuku Raja Itam Aswar. 2007. Malu dalam Adat Aceh. Jeumala No. 21/2007. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

________. 2008. Pantang dalam Adat Aceh. Jeumala No. 25/2008. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Teuku Syamsuddin. 2000. Sayam Itu Langkah Terakhir Setelah Dialog. Kontras No. 95 Year II, 25 July - 2 August 2000.

U.U. Hamidy. 1977. Peranan Cerita Rakyat dalam Masyarakat Aceh. In Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, edited by Alfian. Jakarta: LP3ES.

Zentgraaff, H.C. 1938. Atjeh. Batavia: Koninklijke Drukkerij De Unie


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


ISSN: 0126-5008

eISSN: 0126-8694